Andaikan Tidak Ada Kata "Jangan"
Bisa kita bayangkan bagaimana kehidupan dunia anak-anak jika dipenuhi oleh kata "jangan". Ketika mereka hendak menguji kekuatan tangan dan kakinya dengan memanjat sebatang pohon yang tidak terlalu tinggi kita katakan,"Nak, jangan manjat." Atau ketika kita sedang menerima telpon, anak-anak berisik kita katakan, "Jangan ribut." Atau kata jangan yang lain, " Jangan nakal, jangan main air, jangan main tanah, jangan ini, jangan itu." Hampir setiap orang tua sering melakukannya. Malarang anak bermain air, tanah, naik pohon, berlari-lari dan kegiatan lainnya. Padahal dunia anak adalah bermain. Alhasil, kreativitas anak terhambat. Anak semakin membangkang, bahkan menjadi pasif atau penakut. Bagi seorang anak, di larang sungguh sesuatu yang tidak menyenangkan. Kata-kata "jangan" menghilangkan semangat dalam situasi apapun. Tapi anakkan juga perlu dilarang. Ya, namun dengan cara yang berbeda.
Menurut Elizabeth Hurlock dalam buku "Psikologi Perkembangan Anak", ada tiga jenis tipe orang tua. Pertama, Tipe autho-riter/authoritarian. Orang tua tipe ini mempunyai kontrol yang tinggi dan acceptance (peneriman) yang rendah. Mereka menegakkan disiplin dengan kaku, tanpa kompromi. anak selalu dilarang. Hasilnya, anak menjadi tidak percaya diri, pasif dan tak ada inisiatif. Profil lain yang muncul adalah anak pemurung, tidak bahagia, mudah terpengaruh, mudah stress, dan tidak bersahabat. Kedua adalah tipe permissive. Orang tua mempunyai kontrol yang rendah dan acceptance yang tinggi. Anak diperbolehkan melakukan apa saja, jarang dilarang. Kadangkala mereka melarang, tetapi tidak konsisten. Profil yang muncul biasanya anak menjadi egois, agresif, dan impulsif. Anak pun menjadi tidak percaya diri, bossy (suka mendominasi), dan kurang pengendalian diri. Tipe ketiga adalah Authoritative. Orang tua seperti ini dapat menyeimbangkan antara kontrol dan acceptance. Mereka bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, dan mendorong anak untuk menyatakan pendapat. Anak dilarang tetapi disertai argumentasi. Profil yang dihasilkan dari orang tua tipe ini adalah anak yang mempunyai rasa ingin tahu tinggi, percaya diri, komunikatif, kooperatif, serta mempunyai self kontrol yang baik. Dari ketiga tipe di atas, orang tua authoritative merupakan tipe paling ideal. Apabila melarang, orang tua tipe ini akan selalu memberi alasan. Anak diajak berargumen mengenai dampak baik dan buruk dari sebuah larangan. Sehingga, terjalin komunikasi yang sehat antara orang tua dan anak. Caranya pun bukan dengan mengucapkan kata 'jangan' atau 'tidak boleh'. Tetapi menggantinya dengan kata-kata positif. Orang tua yang berkomunikasi dengan anak menggunakan bahasa positif dapat menumbuhkan harga diri, berguna, senang dan menyehatkan jiwa, seperti yang dikemukan oleh Mimi Doe dan Marsha Walch dalam buku " Sepuluh Prinsip Spiritual Parenting."
Ema Sukaemah, S.Psi., psikolog yang berkecimpung dalam dunia anak mengatakan orang tualah yang harus berunbah terlebih dahulu. Masih belum terlambat untuk merubah semuanya. Asal setiap orang tua mempunyai niat dan menyadari bahwa anak adalah titipan Allah yang harus dijaga dan didik dengan baik. Kita dapat melakukannya mulai saat ini bersama. Bikin kesepakatan dalam keluarga untuk berbicara dengan bahasa positif. Katakan pada mereka, "Mama mulai saat mau berbicara positif. Tolong ingatkan jika Mama lupa tapi dengan kode ya." Misalnya dengan kedipan mata, tepuk pundak Mama, atau yang lainnya. Hal inipun akan menyenangkan bagi anak karena seperti sebuah permainan yang kita lakukan dengan mereka.Selain itu, anak juga belajar bahwa orang tua boleh ditegur bila melakukan kesalahan. Anak tak perlu sungkan asalkan orang tua ditegur dengan cara yang baik.
Selain membantu mengingatkan orang tua, anak juga mendapatkan pelajaran berharga dari kejadian yang dianggapnya bermain. Mulai saat kita menggunakan kalimat positif. Ketika anak kita suka mencoret-coret dinding, kita dapat mengatakannya, "Menggambarnya di kertas ini saja ya, Nak'.." Atau ketika anak kita takut dengan kecoa, biasanya kita mengatakan,"Jangan takut!" Padahal, semakin sering kata takut didengar anak, semakin sering pula kata tersebut terekam di otaknya. Hasilnya, anak akan semakin takut dan fobia dengan kecoa. Sekarang kita menggantikannya dengan berkata, "Adek cuma geli kan sama kecoa, adek anak pemberani, yuk kita lihat dari jauh". Intinya adalah mengganti kata "jangan" atau "tidak boleh" dengan kalimat positif tanpa mengurangi maknanya. Keuntungan lain, anak menjadi jarang mendengar kata "jangan". Sehingga bila anak dalam kondisi berbahaya, kata "jangan" benar-benar ampuh. Anak akan langsung merespons. Kata-kata mengandung banyak kekuatan, baik dan buruk. Berbicara positiflah pada anak. Selamat mencoba.